Kamis, 12 Januari 2012

Rumah Cinta Rosulullah


Cinta sejati dan kesetiaan mencintai diukur setelah perkawinan, bahkan lebih terbukti setelah kepergian yang dicintai. Kendati Nabi Muhammad saw. Sangat mencintai Aisyah ra., namun cinta beliau kepada Siti Khadijah ra. pada hakekatnya melebihi cintanya beliau kepada Aisyah ra., bahkan cinta itu melebihi semua cinta yang dikenal umat manusia terhadap lawan jenisnya. Sementara hikayat tentang cinta, seperti Romeo dan Juliet, Lailah dan Majnun, tidak teruji melalui kehidupan bersama mereka sebagai suami istri. Karena itu, sekali lagi dikatakan bahwa cinta Rasulullah saw. Kepada Khadijah ra. Adalah puncak cinta yang diperankan oleh seorang laki-laki kepada perempuan dan sebaliknya.
Sangat besar rasa cinta Rasulullah kepada Khadijah, sampai-sampai Aisyah mengatakan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, “Tidak pernah aku merasa cemburu kepada seorang pun dari istri-istri Rasulullah seperti kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal aku tidak pernah melihatnya. Tetapi Rasulullah seringkali menyebut-nyebutnya. Jika ia memotong seekor kambing, ia potong-potong dagingnya, dan mengirimkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah.
Maka aku pun berkata kepadanya, “Sepertinya tidak ada wanita lain di dunia ini selain Khadijah…!”
Maka berkatalah Rasulullah, “Ya, begitulah ia, dan darinyalah aku mendapatkan anak.”
Dalam suatu riwayat dikisahkan, suatu saat Aisyah merasa cemburu, lalu berkata, “Bukankah ia (Khadijah) hanya seorang wanita tua dan Allah telah memberi gantinya untukmu yang lebih baik darinya? (maksud Aisyah yang menggatikan Khadijah adalah dirinya). Maka Belaiu pun marah sampai berguncang rambut depannya. Lalu Beliau bersabda, “Demi Allah! Ia tidak memberikan ganti untukku yang lebih baik darinya. Khadijah telah beriman kepadaku ketika orang-orang masih kufur, ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, ia memberikan hartanya kepadaku ketika manusia lain tidak mau memberiku, dan Allah memberikan kepadu anak darinya dan tidak memberiku anak dari yang lain.”
Maka aku berkata dalam hati,” Demi Allah, aku tidak akan lagi menyebut Khadijah dengan sesuatu yang buruk selama-lamanya.”
Ketika Aisyah ingin menampakkan kelebihannya atas Khadijah, ia berkata kepada Fatimah ra., putri Nabi dari Khadijah ra.: “Aku gadis ketika dinikahi ayahmu sedang ibumu adalah janda ketika dinikahi ayahmu.” Rasul saw. Yang mendengar ucapan ini dari putrinya yang mengeluh bersabda: “Sampaikanlah kepadanya ‘Ibuku (maksudnya Khadijah ra) lebih hebat dari engkau, beliau menikahi ayahku yang jejaka, sedang engkau menikahinya saat beliau duda.”
Disamping itu Rasulullah tidak memadu Khadijah dengan wanita lain, sedang semua istri selainnya dimadu.
Teman-teman Khadiijah pun masih diingat oleh Rasul dan berpesan kepada putri-putri beliau agar terus menjalin hubungan kasih dengan mengirimkan hadiah-walau sederhana- kepada mereka.
Ketika Fath Makkah, yakni hari keberhasilan rasul saw memasuki kota Mekkah bersama kaum Muslim, beliau berkunjung ke lokasi rumah Khadijah ra., karena rumah itu sendiri telah tiada. Beliau juga-pada hari itu- menyendiri, di tengah kesibukan bersama pasukan kaum Muslim, dengan seorang wanita tua sambil bercakap-cakap dengan wajah berseri-seri. Aisyah ra yang melihat hal tersebut bertanya:”Siapa orang itu dan apa yang dibicarakannya?” Ternyata wanita tua itu sobat karib Khadijah ra dan pembicaraan Nabi saw dengannya berkisar pada kenangan manis masa lalu.
Gerak langkah suara dan ketukan pintu yang biasa dilakukan Khadijah ra pun terus segar dalam benak dan pikiran beliau. Suatu ketika beliau mendengar ketukan dan suara serupa. Beliau berkomentar:”Ini cara ketukan Khadijah. Saya duga yang dating adalah Hala ( saudara perempuan Khadijah ra.) dan ternyata dugaan beliau benar.
Demikianlah keagungan cinta Rasulullah swa. kepada Khadijah ra. Yang akan tetap terukir indah sepajang zaman.

KisahTeladan Ketulusan Hati

 
Banyak penguasa gagah, memiliki peran besar, dan nampak berwibawa dihadapan rakyatnya. Rakyat menggantungkan harapannya kepada sang penguasa. Tetapi, kegagahan, peran yang besar, dan wibawanya, justru menjadi malapetaka.
Kehidupan menjadi carut-marut. Rakyat menjadi pupus harapannya. Kehidupan dipenuhi dengan kezaliman, fitnah, serta musibah yang tak pernah henti. Semua keadaan yang ada itu, ada faktor yang menyebabkan, siapa, tak lain sang ‘isteri’.
Pragmen yang pendek diatas terjadi di masa lalu, dan juga di masa kini. Banyak penguasa yang berkuasa, tetapi hakekatnya, dia tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Peran dan wibawanya yang demikian besar, dan yang nampak di mata rakyatnya, tetapi sejatinya dia tidak memiliki peran dan wibawa di depan sang’isteri’.
Karena, dia hanyalah menjadi pelayan sang ‘isteri’. Justru kekuasaan, kewenangan, keputusan, dan perintah, semuanya bukan datang dari dirinya, tetapi berada ditangan sang ‘isteri’. Penguasa yang sangat gagah dan berwibawa, serta nampak berkuasa itu, hanya dapat mengatakan ‘siap’ di depan sang ‘isteri’. Dia hanya menjadi seorang ‘abdi’ yang patuh dari sang ‘isteri’. Inilah yang banyak menyebabkan terjadinya malapetaka di masa lalu, dan di masa kini.
Sejarah yang kelam itu, tak lain, karena seorang pemimpin, seorang laki-laki tidak memiliki sifat ‘qawwam’, dan tidak dapat menjadi pemimpin dan tauladan. Sehingga, akhirnya harus menjadi pengikut dan pelaksana dari titah sang ‘isteri’.
Tapi, bayangkan dan bandingkan, ada seorang laki-laki di generasi salaf, yang waktu masih menjadi Gubernur di Madinah, kaya raya, tampan, tegap dan perkasa, serta selalu menarik perhatian. Bukan karena kekayaannya, ketampanannya, dan bentuk tumbuhnya, tetapi laki-laki itu, benar-benar memiliki kepasrahan yang sempurna terhadap Rabbnya.
Maka, ketika mendapatkan kekuasaan, yang sangat besar, justru laki-laki yang kaya raya, dan tampan itu, seketika berubah, badannya menjadi sangat kurus, rambutnya memutih, raut wajahnya memucat. Ke mana semua penampilan yang pernah dimilikinya dahulu itu?
Shahabatnya yang bernama Ibnu Kha’ab, sangat terheran-heran melihat keadaan shahabatnya, yang sekarang menjadi penguasa, dan dengan kekuasaannya sedemikian luas, tapi melihat kondisinya sangat tidak pantas. “Kemana penampilan diri anda yang mempesona dahulu?”, ucap Kha’ab.
Lalu, apa jawaban shahabatnya itu, “Wahai Ibnu Kha’ab. Anda akan lebih heran lagi, bila kelak melihat diriku nanti setelah terkubur dalam tanah. Mataku akan copot dari tempatnya, dan ulat-ulat akan berkeliaran di mulut dan tenggorokanku”, jawabnya.
Ya, wajah yang tampan dan tubuh yang tegap perkasa itu telah berubah, karena terpaan tanggung jawabnya yang sedemikian besar.
Lelaki yang memiliki kekuasaan yang demikian besar dan luas, mulai dari Bagdad sampai ke Maghribi itu, suatu hari, di awal jabatannya sebagai penguasa, dipanggilnya isterinya, lalu dihadapkan pada kenyataan yang harus mereka hadapi.
Lelaki itu dengan lemah lembut, disampaikannyalah bahwa sebagai seorang suami, ia sudah tak ada harganya lagi. Beban yang harus dipikulnya demikian berat, hingga tak ada lagi waktu yang tersisa untuk keperluan-keperluan lainnya. Kemudian, diserahkanlah kepada isteri yang dicintainya itu, hak sepenuhnya untuk memilih jalan hidup dan menentukan hari depannya.
Dan, wanita yang menjadi isterinya itu, namanya akan tetap terukir dengan gemerlapan sepanjang lembaran sejarah. Kita senantiasa akan menyampaikan hormat dan takzim kepadanya, yakni hormat dan takzim yang sepantasnya.
Wanita itu mendapingi suaminya memasuki kehidupan yang amat berat,yakni menyelesaikan tugas dan tanggung jawab. Ia sama sekali tak pernah mengeluh tatkala perutnya terasa sangat lapar, dan tulang-tulangya terasa nyeri, karena lelah bekerja, selain hanya mengatakan :
“Wahai, alangkah bedanya kehidupan kami sebelum dan sesudah menjadi khalifah, bagaikan timur dengan barat”, ucapnya. “Demi Allah, kami belum pernah menikmati kegimbaraan semenjak kami menduduki jabatan ini”, tambahnya. Wanita itu bertekad bulat untuk menerjunkan diri bersama suaminya dalam tanggungjawabnya yang besar itu.
Kini, lenyaplah segalanya dari sisi permaisuri itu. Padahal, sebelumnya ia adalah puteri seorang khalifah dan merupakan saudara khalifah, yang segala kenikamatan hidup tersedia baginya. Sutera dewangga, intan permata, emas dan perak, serta berbagai harta kekayaan lainnya.
Dan, tinggallah kini kain dua lembar baju kasar. Karena khalifah telah menyuruh semua kekayaannya dijual, termasuk kekayaan isterinya, kekyaan anak-anaknya. Semua uang hasil penjualannya diserahkannya kepada Baitul Mal milik kaum muslimin. Kini, ia bersama isteri, dan anak-anaknya hanya makan roti kering yang diolesi minyak atau dicampur dengan sedikit bumbu. Hingga, wanita yang amat cantik, isterinya itu, berubah menjadi wanita yang kuyu, pucat, lunglai dan menjadi lebih tua.
Sekali waktu, laki-laki-suaminya itu, masuk ke dalam kamarnya. Didapatinya isterinya sedang menambal pakaiannya yang usang sambil duduk bersimpuh diatas tikar. Dipegangnya pundak isterinya, dan bergurau: “Isteriku, alangkah nikmatnya malam-malam yang kita lalui di Istana Dabiq dulu, jauh lebih menyenangkan dari malam-malam seperti sekarang ini ..”, ucap suaminya. Maksdunya, tak sejak menjadi seorang khalifah.
Dengan penuh kesungguhan isterinya, menyatakan, “Demi Allah, padahal waktu itu, suamiku, engkau tidak lebih mampu dari waktu sekarang ini ..”, ucap isterinya lirih. Mendengar ucapan isterinya itu, laki-laki itu menjadi muram, air matanya mengalir ..
“Wahai isteriku .. aku takut terhadap siksa Rabbku, jika mendurhakai-Nya, yakni suatu hari yang amat dahsyat … yaitu di hari kiamat”, tegasnya.

Rabu, 04 Januari 2012

Tokoh-Tokoh Biologi Islam


Islam merupakan agama Rahmatan Lil 'Alamin. Betapa banyak ilmua-ilmuan Islam sejak zaman terdahulu yang bermunculan mencetuskan berbagai macam teori ilmu pengetahuan, diantaranya adalah ilmuan berikut ini:


Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali


Alghazali 


Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali merupakan seorang pemikir yang multi talenta yang banyak menyumbangkan pemikirannya dalam ilmu teologi, filsafat, astronomi, politik, sejarah, ekonomi, hukum, kedokteran, biologi, kimia, sastra, etika, musik, maupun sufisme. Dia adalah teolog Islam, ahli hukum, ahli filsafat, kosmologi, psikolog, maupun biologi. Dia dilahirkan di Tus, Provinsi Khorasan, Persia dan hidup antara tahun 1058 hingga 1111. Al Ghazali yang sering disebut juga Algazel merupakan salah satu sarjana yang paling terkenal dalam sejarah pemikiran Islam Sunni. Dia dianggap sebagai pelopor metode keraguan dan skeptisisme. Salah satu karya besarnya berjudul Tahafut Al Falasifah atau The Incoherence of the Philosophers. Dia berusaha mengubah arah filsafat awal Islam, bergeser jauh dari metafisika Islam yang dipengaruhi oleh filsafat Yunani kuno dan Helenistik menuju filsafat Islam berdasarkan sebab-akibat yang ditetapkan oleh Allah SWT atau malaikat perantara, sebuah teori yang kini dikenal sebagai occasionalism.

Keberadaan Al Ghazali telah diakui oleh sejarawan sekuler seperti William Montgomery Watt yang menyebutnya sebagai Muslim terbesar setelah Muhammad. Selain kesuksesannya dalam mengubah arah filsafat Islam awal Neoplatonisme yang dikembangkan atas dasar filsafat Helenistik, Dia juga membawa Islam ortodoks ke dalam ilmu tasawuf. Al Ghazali juga sering disebut sebagai Pembuktian Islam, Hiasan keimanan, atau Pembaharu agama. Dalam buku berjudul Historiografi Islam Kontemporer disebutkan, seorang penulis bernama Al Subki dalam bukunya yang berjudul Thabaqat Al Shafiyya Al Kubra pernah menyatakan, “Seandainya ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad, maka manusianya adalah Al Ghazali.” Hal ini menunjukkan tingginya ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan yang dimiliki Al Ghazali.

Pengaruh Al Ghazali baik dalam bidang agama maupun ilmu pengetahuan memang sangat besar. Karya-karya maupun tulisannya tak pernah berhenti dibicarakan hingga saat ini. Pengaruh pemikirannya tidak hanya mencakup wilayah di Timur Tengah tetapi juga negara-negara lain termasuk Indonesia dan negara barat lainnya. Para ahli filsafat barat lainnya seperti Rene Descartes, Clarke, Blaise Pascal, juga Spinoza juga mendapatkan banyak pengaruh dari pemikiran Al Ghazali.

Kebanyakan orang-orang mengenal pemikiran Al Ghazali hanya dalam bidang teologi, fiqih, maupun sufisme. Padahal dia merupakan seorang ilmuwan yang hebat dalam bidang ilmu biologi maupun kedokteran. Dia telah menyumbangkan pemikiran dan jasa yang besar dalam bidang kedokteran modern dengan menemukan sinoatrial node (nodus sinuatrial) yaitu jaringan alat pacu jantung yang terletak diatrium kanan jantung dan juga generator ritme sinus. Bentuknya berupa sekelompok sel yang terdapat pada dinding atrium kanan, di dekat pintu masuk vena kava superior. Sel-sel ini diubah myocytes jantung. Meskipun mereka memiliki beberapa filamen kontraktil, mereka tidak kontraksi. Penemuan sinoatrial node oleh Al Ghazali ini terlihat dalam karya-karyanya yang berjudul Al-Munqidh min Al-Dhalal, Ihya Ulum Al Din, dan Kimia Al-Sa'adat. Bahkan penemuan sinoatrial node oleh Al Ghazali ini jauh sebelum penemuan yang dilakukan oleh seorang ahli anatomi dan antropologi dari Skotlandia, A. Keith dan seorang ahli fisiologi dari Inggris MW Flack pada tahun 1907. Sinoartrial node ini oleh Al Ghazali disebut sebagai titik hati.

Dalam menjelaskan hati sebagi pusat pengetahuan intuisi dengan segala rahasianya, Al Ghazali selalu merumuskan hati sebagai matabatin atau disebut juga inner eye dalam karyanya yang berjudul Al-Munqidh min Al-Dhalal yang diterjemahkn oleh C. Field menjadi Confession of Al Ghazali. Dia juga menyebut mata batin sebagai insting yang disebutnya sebagai cahaya Tuhan, mata hati, maupun anak-anak hati. Kalu titik hati Al Ghazali dibandingkan dengan sinoartrial node, maka akan terlihat bahwa titik hati sebenarnya mempunyai hubungan erat dengan sinoartrial node. Dia menyebutkan bahwa titik hati tersebut tidak dapat dilihat dengan alat-alat sensoris sebab titik tersebut mikroskopis. Para ahli kedokteran modern juga menyatakan sinoartrial node juga bersifat mikroskopis.

Al Ghazali menyebutkan titik hati tersebut secara simbolis sebagai cahaya seketika yang membagi-bagikan cahaya Tuhan dan elektrik. Menurut gagasan modern, dalam satu detik, sebuah impuls elektrik yang berasal dari sinoartrial node mengalir ke bawah lewat dua atria dalam sebuah gelombang setinggi 1/10 milivolt sehingga otot-otot atrial dapat melakukan kontraksi.

Pada era modern ini para ahli anatomi menyatakan pembentukan tindakan secara potensial berasal dari hati, yaitu kontraksi jantung yang merupakan gerakan spontan yang terjadi secara independen dalam suatu sistem syaraf. Dia juga menyatakan bahwa hati itu merdeka dari pengaruh otak dalam karyanya yang berjudul Al-Munqidh min Al-Dhalal. Para pemikir modern banyak yang mengatakan, suatu tindakan kadang terjadi melalui mekanisme yang tak seorang pun tahu mengenainya. Namun Al Ghazali mengatakan, tindakan yang terjadi melalui mekanisme yang tak diketahui tersebut sebenarnya disebabkan oleh sinoartrial node. Dia juga menyatakan penguasa misterius tubuh yang sebenarnya adalah titik hati tersebut, bukanlah otak.

Al Ghazali tidak hanya menggambarkan dimensi fisik sinoartrial node tetapi dia juga menggambarkan dimensi metafisik dari sinoartrial node. Hal ini jauh berbeda dengan pandangan para pemikir sekuler yang hanya mampu menggambarkan sinoartrial node secara fisik semata. Secara metafisik, Al Ghazali menggambarkan sinoartrial node sebagai pusat pengetahuan intuitif atau inspirasi ke-Tuhanan yang bisa berfungsi sebagi peralatan untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan kepada hambanya. Namun orang yang bisa memfungsikan sinoartrial node hanyalah orang yang telah mencapai penyucian diri sendiri atau orang yang sangat beriman kepada Allah SWT.

Dukungan Al Ghazali terhadap pengembangan ilmu anatomi dan pembedahan. Selain menemukan sinoartrial node, Al Ghazali juga memberikan sumbangan lain dalam bidang kedokteran dan biologi. Catatan sejarah menyebutkan, tulisan-tulisan Al Ghazali diyakini menjadi pendorong bangkitnya kemauan untuk melakukan studi kedokteran pada abad pertengahan Islam, khususnya ilmu anatomi dan pembedahan.

Dalam karyanya The Revival of the Religious Sciences, dia menggolongkan pengobatan sebagai salah satu ilmu sekuler yang terpuji (mahmud) dan menggolongkan astrologi sebagai ilmu sekuler yang tercela (madhmutn). Sehingga dia sangat mendorong orang-orang untuk memepelajari ilmu pengobatan. Saat membahas tentang meditasi (Tafakkur), dia menjelaskan anatomi tubuh pada sejumlah halaman bukunya secara rinci untuk menjelaskan posisi yang cocok guna melakukan kontemplasi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Al Ghazali juga membuat pernyataan yang kuat guna mendukung orang-orang untuk mempelajari ilmu anatomi dan pembedahan dalam karyanya yang berjudul The Deliverer from Error. Dia menyebutkan, naturalis (al-tabi'yun) adalah sekelompok orang yang terus-menerusmempelajari alam, keajaiban binatang dan tumbuhan. Mereka juga sering terlibat dalam ilmu anatomi maupun pembedahan (ilm at-tashriih) dari tubuh hewan. Melalui proses pembedahan itu mereka mampu merasakan keajaiban rancangan Allah SWT dan kebijaksanaan-Nya serta keajaiban-Nya. Dengan ini mereka dipaksa untuk mengakui Allah SWT merupakan Penguasa alam semesta dan siapapun bisa mengalami kematian. Tidak seorang pun dapat belajar anatomi maupun pembedahan dan keajaiban kegunaan dari bagian-bagian organ tubuh tanpa mengetahui kesempurnaan desain ciptaan Allah yang berhubungan dengan struktur (binyah) binatang maupun struktur manusia. Dengan demikian, Al Ghazali menganggap dengan mempelajari ilmu anatomi maka manusia akan sadar dengan kehebatan Allah SWT yang Maha Agung sehingga hal itu membuatnya lebih mendekatkan diri kepada sang Pencipta.

Dukungan kuat Al Ghazali untuk memajukan studi tentang anatomi dan pembedahan memberikan pengaruh yang kuat dalam kebangkitan ilmu anatomi dan pembedahan yang mulai dilakukan oleh pada dokter Muslim pada abad 12 dan 13. Sejumlah dokter sekaligus ilmuwan hebat Muslim yang mulai mendorong kebangkitan ilmu anatomi dan pembedahan pada masa itu antara lain Ibn Zuhr, Ibn al-Nafis, maupun Ibnu Rusyd

Ibnu Haitham


Islam sering kali diberikan gambaran sebagai agama yang mundur dan memundurkan. Islam juga dikatakan tidak menggalakkan umatnya menuntut dan menguasai pelbagai lapangan ilmu. Kenyataan dan gambaran yang diberikan itu bukan saja tidak benar tetapi bertentangan dengan hakikat sejarah yang sebenarnya.


Sejarah telah membuktikan betapa dunia Islam telah melahirkan banyak golongan sarjana dan ilmuwan yang cukup hebat dalam bidang falsafah, sains dan politik, kesusasteraan, kemasyarakatan, agama, pengobatan, dan sebagainya. Salah satu ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh ilmuan islam ialah mereka tidak sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, tetapi dalam masa yang singkat dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara bersamaan.


Walaupun tokoh itu lebih dikenali dalam bidang sains dan pengobatan tetapi dia juga memiliki kemahiran yang tinggi dalam bidang agama, falsafah dan sebagainya. Salah seorang daripada tokoh tersebut ialah Ibnu Haitham atau nama sebenarnya Abu All Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham.

Perjalanan hidup


Dalam kalangan cerdik pandai di Barat, beliau dikenali dengan nama Alhazen. Ibnu Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354H bersamaan dengan 965 M. Ia memulai pendidikan awalnya di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat dengan pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau telah melanjutkan pengajian dan menumpukan perhatian pada penulisan.


Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di sana beliau telah mengambil kesempatan melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran dan saliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar.


Hasil daripada usaha itu, beliau telah menjadi seo­rang yang amat mahir dalam bidang sains, falak, mate­matik, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat. Malahan kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi asas kepada pengajian pengobatan modern mengenai mata.

Karya dan penelitian


Sains


Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler mencipta mikroskop serta teleskop. Ia merupakan orang pertama yang menulis dan menemui pelbagai data penting mengenai cahaya.


Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris, antaranya ialah Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahaskan mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang bayang dan gerhana.


Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila mata­hari berada di garis 19 darjah di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan hilang apabila mata­hari berada di garis 19 darjah ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga telah berjaya menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.


Ibnu Haitham juga turut melakukan percubaan terhadap kaca yang dibakar dan dari situ terhasillah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para saintis di Itali untuk menghasilkan kanta pembesar yang pertama di dunia.


Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi padu udara sebelum seorang saintis yang bernama Trricella mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah menemui kewujudan tarikan graviti sebelum Issaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Hai­tham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah memberikan ilham kepada saintis barat untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan filem yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat kita tontoni pada masa kini.

Filsafat


Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai falsafah, logik, metafizik, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Ia turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu.


Penulisan falsafahnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran dalam masalah yang menjadi pertikaian. Padanya pertikaian dan pertelingkahan mengenai sesuatu perkara berpunca daripada pendekatan yang digunakan dalam mengenalinya.


Beliau juga berpendapat bahawa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu semua dakwaan kebenaran wajar diragui dalam menilai semua pandangan yang sedia ada. Jadi, pandangannya mengenai falsafah amat menarik untuk disoroti.


Bagi Ibnu Haitham, falsafah tidak boleh dipisahkan daripada matematik, sains, dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai dan untuk menguasainya seseorang itu perlu menggunakan waktu mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat, kekuatan fizikal dan mental akan turut mengalami kemerosotan.

Karya


Ibnu Haitham membuktikan pandangannya apabila beliau begitu ghairah mencari dan mendalami ilmu pengetahuan pada usia mudanya. Sehingga kini beliau berjaya menghasilkan banyak buku dan makalah. Antara buku karyanya termasuk:

  1. Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang mengandungi teori-teori ilmu metametik dan metametik penganalisaannya;
  2. Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri;
  3. Kitab Tahlil ai'masa^il al 'Adadiyah tentang algebra;
  4. Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat bagi segenap rantau;
  5. M.aqalah fima Tad'u llaih mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak dan
  6. Risalah fi Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.

Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan falsafah amat banyak. Kerana itulah Ibnu Haitham dikenali sebagai seorang yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan. Beberapa pandangan dan pendapatnya masih relevan sehingga ke hari ini.


Walau bagaimanapun sebahagian karyanya lagi telah "dicuri" dan "diceduk" oleh ilmuwan Barat tanpa memberikan penghargaan yang sewajarnya kepada beliau. Sesungguhnya barat patut berterima kasih kepada Ibnu Haitham dan para sarjana Islam kerana tanpa mereka kemungkinan dunia Eropa masih diselubungi dengan kegelapan.


Kajian Ibnu Haitham telah menyediakan landasan kepada perkembangan ilmu sains dan pada masa yang sama tulisannya mengenai falsafah telah membuktikan keaslian pemikiran sarjana Islam dalam bidang ilmu tersebut yang tidak lagi dibelenggu oleh pemikiran falsafah Yunani.

Sumbangan Biologi Dalam Peradaban Muslim

Kekayaan flora dan fauna yang tersebar di wilayah kekuasaan kekhalifahan Islam tak luput dari perhatian para pemikir dan ilmuwan Muslim. Studi tentang keragaman hayati yang dilakukan pada era itu telah memberi sumbangan bagi pengembangan studi ilmu hayat atau biologi.
Kontribusi terpenting yang didedikasikan para ilmuwan Muslim di era kejayaan bagi pengembangan ilmu hayat adalah zoologi dan botani. Begitu banyak teori dan temuan yang dihasilkan ilmuwan Muslim di kedua bidang kajian biologi itu. Sayangnya, sumbangan peradaban Muslim itu tak pernah diungkapkan dalam pelajaran biologi yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia.
Zoologi dan Evolusi
Zoologi merupakan disiplin ilmu dari biologi yang secara khusus mempelajari hewan. Dalam bidang zoologi, ahli biologi Muslim pada abad pertengahan sudah mengembangkan teori tentang evolusi. Menurut Al-Khazini, ide tentang evolusi telah menyebar luas dalam peradaban Islam di abad ke-12 M. Pada masa itu, sekolah-sekolah Islam telah mengajarkan teori evolusi.
Jhon William Draper, ahli biologi Barat yang sezaman dengan Charles Darwin pernah berujar, ”Teori evolusi yang dikembangkan umat Islam lebih jauh dari yang seharusnya kita lakukan. Para ahli biologi Muslim sampai meneliti berbagai hal tentang anorganik serta mineral.” Ahli biologi Muslim yang pertama kali mengembangkan sebuah teori evolusi adalah Al-Jahiz (781 M – 869 M).
Ilmuwan dari abad ke-9 M itu mengungkapkan dampak lingkuangn terhadap kemungkinan seekor binatang untuk tetap bertahan hidup atau survive. Sejarah peradaban Islam mencatat, Al-Jahiz sebagai ahli biologi pertama yang mengungkapkan teori berjuang untuk tetap hidup alias struggle for existence. Untuk dapat bertahan hidup, papar dia, mahluk hidup harus berjuang.
Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, semua pelajar di Indonesia telah diperkenalkan dengan rantai makanan saat belajar biologi. Namun, tahukah Anda bahwa ilmuwan pertama yang mengungkapkan teori tentang rantai makanan itu adalah Al-Jahiz – ahli biologi Muslim? Teramat begitu banyak, pencapaian yang dihasilkan para sarjana Muslim yang disembunyikan oleh peradaban Barat.
Al-Jahiz juga merupakan penganut awal determinisme lingkungan. Dia berpendapat bahwa lingkungan dapat menentukan karakteristik fisik penghuni sebuah komunitas tertentu. Menurut dia, asal muasal beragamnya warna kulit manusia terjadi akibat hasil dari lingkungan tempat mereka tinggal.
Berkat teori-teori yang begitu cemerlang, Al-Jahiz pun dikenal sebagai ahli biologi terbesar yang pernah lahir di dunia Islam. Ilmuwan yang amat kesohor di kota Basra, Irak itu berhasil menuliskan kitab Ritab Al-Haywan (Buku tentang Binatang). Dalam kitab itu dia menulis tentang kuman, teori evolusi, adaptasi, dan psikologi binatang.
Salah seorang ahli biologi Muslim lainnya yang mengkaji tentang evolusi adalah Al-Mashudi. Buah pikirnya dituangkan dalam kitab Al-Tanbih wal Ishraq. Selain itu, ilmuwan lainnya yang mengungkapkan teori evolusi bernama Ibnu Masikawaih.
Dalam kitabnya The Epistles of Ikhwan Al-Safa, dia mengungkapkan tentang bagaimana species berkembang ke dalam sapa, kemudian air, mineral, tanaman, hewan, dan seterusnya. Hasil karya Ibnu Masikawaih itu begitu populer di benua Eropa. Malah, terori evolusi itu telah memberi banyak pengaruh kepada Darwinisme.
Al-Jahiz pun tercatat sebagai ahli biologi pertama yang mencatat perubahan hidup burung melalui migrasi. Tak cuma itu, pada abad ke-9 M. Al-Jahiz sudah mampu menjelaskan metode memperoleh ammonia dari kotoran binatang melalui penyulingan. Sosok dan pemikiran Al-Jahiz pun begitu berpengaruh terhadap ilmuwan Persia, Al-Qazwini, dan ilmuwan Mesir, Al-Damiri.
Di dunia Arab, Al-Damiri dikenal sebagai ahli zoologi yang paling terkemuka. Sumbangnnya dalam pengembangan zoologi diberikan melalui buku yang ditulisnya Hayat Haywarz (Kehidupan Binatang). Kitab yang berupa ensiklopedia itu merupakan hasil karya ilmuwan Muslim yang sangat penting dalam kajian zoologi. Ensiklopedia sejarah binatang itu tercatat 700 tahun lebih awal dari yang ditulis ahli biologi Barat, Buffon.
Dalam zoologi, studi tentang kuda menempati posisi yang terbilang amat banyak. Abu Ubaidah (728 M – 825 M) merupakan ahli biologi Muslim yang menulis lebih dari 100 kitab. Lebih dari separuh kitab yang ditulisnya itu mempelajari tentang kuda.
Botani
Botani merupakan salah satu bidang kajian dalam biologi yang mempelajari seluruh aspek biologi tumbuh-tumbuhan. Studi tentang Botani mencapai puncak kejayaannya di Spanyol. Tak heran, bila sumbangan terbesar dalam botani diberikan umat Muslim di Spanyol. Peradaban Islam di tanah Eropa itu telah melahirkan sejumlah ahli botani yang amat terkemuka.
Berkat ketajaman observasi dan penelitiannya, para ahli botani Muslim di Spanyol telah berhasil menemukan perbedaan jenis tumbuh-tumbuhan seperti pohon Palem dan pohon Rami. Ketertarikan para ahli botani Islam terhadap tumbuh-tumbuhan telah membawa mereka menjelajahi bagian dunia Islam yang luas dengan mengarungi ganasnya samudera.
Mereka datang ke suatu wilayah untuk mengeksplorasi pegunungan dan menapaki luasnya gurun pasir guna menemukan tumbuh-tumbuhan langka. Para ilmuwan Muslim itu lalu menglasifikasikan tumbuh-tumbuhan yang mereka kumpulkan berdasarkan habitat tumbuh dan proses perkembangbiakannya. Dengan begitu, mekanisme tumbuhnya tanaman-tanaman itu bisa diketahui.
Pada era itu, para ahli botani Muslim sudah berhasi menemukan beragam cara pembiakan tanaman. Ada yang berkembang dengan pembenihan atau pembibitan, pemotongan tangkai, ada juga tanaman yang tumbuh dengan proses alami atau pembelahan sel sendiri seperti rumput liar. Para ilmuwan Muslim Spanyol mampu mengembangkan ilmu botani jauh sebelum Barat melakukannya.
Howard R Turner dalam Science Medieval Islam mengungkapkan sebagian besar penelitian botani yang dilakukan umat Islam memberi manfaat langsung bagi farmakologi dan farmasi yang berkembang di seluruh dunia Islam secara tak terduga. Bapak sejarah sains Barat, George Sarton, menyatakan bahwa perkembangan pertanian dan hortikultura yang merupakan salah satu harta warisan paling berharga dari umat Islam di bidang botani.

Biologi dalam Perspektif Agama Islam



Ilmu pengetahuan (sains) adalah teori-teori yang dikumpulkan manusia melalui suatu proses pengajian dan dapat diterima oleh rasio. Dalam pengumpulan data dan berbagai observasi dan pengukuran pada gejala alamiyah itu dianalisis, kemudian diambil kesimpulan. Inilah yang diberi istilah intizhar suatu kajian yang ada hubungannya dengan nazhar, yang bunyi dan artinya dekat dengan nalar. Ciri khas dan sains natural, ialah disusun atas dasar intizhar terhadap gejala-gejala alamiyah yang dapat di teliti ulang oleh orang lain, dan merupakan hasil konsensus masyarakat ilmuan yang bersangkutan.
Bila ditelusuri ayat-ayat Alquran, akan dijumpai 854 kali kata, ilmu disebut dalam berbagai bentuk dan arti. Antara lain sebagai proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. Semua ilmu pengetahuan kealaman berkembang secara induktif dan intizhar, maka dengan semakin dewasanya sains natural itu sendini dan matematika, ia dapat berkembang secara deduktif. Dengan matematika dapat dirumuskan model-model alam atau gejala alamiyah yang sifat dan kelakuannya dapat dijabarkan secara matematis. Namun dari sekian banyak model yang dapat direkayasa, hanya mereka yang konsekuensinya sesuai dengan gejala alamiyah yang teramatilah yang dapat diterima oleh masyarakat ilmuan yang bersangkutan.
Intizhar akan melahirkan teori-teori baru, kemudian menghasilkan teknologi sebagai penerapan sains secara sistematis untuk mengubah/ rnempengaruhi alam rnateri di sekeliling kita dalam suatu proses produktif ekonomis untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia. Teknologi pembuatan mesin, pembuatan obat-obatan, pembuatan beraneka ragam bahan, termasuk bahan makanan, dan sebagainya adalah hasil penerapan ilmu fisika, kimia, biologi, dan lain-lain ilmu kealaman yang sesuai.
Aya-ayat Alquran tidak satu pun yang menentang ilmu pengetahuan, tetapi sebaliknya banyak ayat-ayat Alquran menghasung dan menekankan kepentingan ilmu pengetahuan. Bahkan salah satu pembuktian tentang kebenaran Alquran adalah ilmu pengetahuan dan berbagai disiplin yang diisyaratkan. Memang terbukti, bahwa sekian banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang hakikat-hakikat ilmiyah yang tidak dikenal pada masa turunnya, namun terbukti kebenarannya di tengah-tengah perkembangan ilmu, seperti: 
(a) Teori tentang expanding universe (kosmos mengembang) (QS: 51: 47).
(b) Matahari adalah planet yang bercahaya sedangkan bulan adalah pantulan cahaya matahari. (QS: 10 5), Bumi bergerak mengelilingi matahari. (QS: 27: 88).
(c) Zat hijau daun (klorofil) yang berperan dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui proses fotosintesis sehingga menghasilkan energi (QS: 36: so). Bahkan, istilah Al-Quran al-syajar al-akhdhar (pohon yang hijau) justru lebih tepat dan istilah klorofil (hijau daun), karena zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun, tetapi di semua bagian pohon.
(d) Bahwa manusia diciptakan dari sebagian kecil sperma pria dan setelah fertilisasi (pembuahan) berdempet di dinding rahim (QS:86: 6 dan 7; 96: 2).

Al-Jahiz Sang Ahli Biologi Islam

Al-Jahiz lahir di Basra, Irak pada 781 M. Abu Uthman Amr ibn Bahr al-Kinani al-Fuqaimi al-Basri, nama aslinya. Ahli zoologi terkemuka dari Basra, Irak ini merupakan ilmuwan Muslim pertama yang mencetuskan teori evolusi. Pengaruhnya begitu luas di kalangan ahli zoologi Muslim dan Barat. Jhon William Draper, ahli biologi Barat yang sezaman dengan Charles Darwin pernah berujar, ”Teori evolusi yang dikembangkan umat Islam lebih jauh dari yang seharusnya kita lakukan. Para ahli biologi Muslim sampai meneliti berbagai hal tentang anorganik serta mineral.” Al-Jahiz lah ahli biologi Muslim yang pertama kali mengembangkan sebuah teori evolusi .
Ilmuwan dari abad ke-9 M itu mengungkapkan dampak lingkungan terhadap kemungkinan seekor binatang untuk tetap bertahan hidup. Sejarah peradaban Islam mencatat, Al-Jahiz sebagai ahli biologi pertama yang mengungkapkan teori berjuang untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk dapat bertahan hidup, papar dia, makhluk hidup harus berjuang, seperti yang pernah dialaminya semasa hidup. Beliau dilahirkan dan dibesarkan di keluarga miskin. Meskipun harus berjuang membantu perekonomian keluarga yang morat-marit dengan menjual ikan, ia tidak putus sekolah dan rajin berdiskusi di masjid tentang sains. Beliau bersekolah hingga usia 25 tahun. Di sekolah, Al-Jahiz mempelajari banyak hal, seperti puisi Arab, filsafat Arab, sejarah Arab dan Persia sebelum Islam, serta Al-Qur’an dan hadist.
Al-Jahiz juga merupakan penganut awal determinisme lingkungan. Menurutnya, lingkungan dapat menentukan karakteristik fisik penghuni sebuah komunitas tertentu. Asal muasal beragamnya warna kulit manusia terjadi akibat hasil dari lingkungan tempat mereka tinggal. Berkat teori-teori yang begitu cemerlang, Al-Jahiz pun dikenal sebagai ahli biologi terbesar yang pernah lahir di dunia Islam. Ilmuwan yang amat tersohor di kota Basra, Irak itu berhasil menuliskan kitab Ritab Al-Haywan (Buku tentang Binatang). Dalam kitab itu dia menulis tentang kuman, teori evolusi, adaptasi, dan psikologi binatang. Al-Jahiz pun tercatat sebagai ahli biologi pertama yang mencatat perubahan hidup burung melalui migrasi. Tak cuma itu, pada abad ke-9 M. Al-Jahiz sudah mampu menjelaskan metode memperoleh ammonia dari kotoran binatang melalui penyulingan. Sosok dan pemikiran Al-Jahiz pun begitu berpengaruh terhadap ilmuwan Persia, Al-Qazwini, dan ilmuwan Mesir, Al-Damiri. Karirnya sebagai penulis ia awali dengan menulis artikel. Ketika itu Al-Jahiz masih di Basra. Sejak itu, ia terus menulis hingga menulis dua ratus buku semasa hidupnya.
Pada abad ke-11, Khatib al-Baghdadi menuduh Al-Jahiz memplagiat sebagian pekerjaannya dari Kitab al-Hayawan of Aristotle. Selain al-Hayawan, beliau juga menulis kitab al-Bukhala (Book of Misers or Avarice & the Avaricious), Kitab al-Bayan wa al-Tabyin (The Book of eloquence and demonstration), Kitab Moufakharat al Jawari wal Ghilman (The book of dithyramb of concubines and ephebes), dan Risalat mufakharat al-sudan ‘ala al-bidan (Superiority Of The Blacks To The Whites).
Suatu ketika, pada tahun 816 M ia pindah ke Baghdad. Al-Jahiz meninggal setelah lima puluh tahun menetap di Baghdad pada tahun 869, ketika ia berusia 93 tahun.

PSIKOLOGI AGAMA DAN PENDIDIKAN ISLAM

1. Pengertian Psikologi Agama
Psikologi agama berasal dari dua suku kata, yaitu psikologi dan agama. Kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab (Jalaluddin, dkk).
Sedangkan Agama, menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada tuhan, atau juga disebut dengan nama dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Menurut Harun Nasution, agama berasal darikata Al-Din yang berarti undang -undang/ hukum, religi (latin) atau relege berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Dan kata Agama terdiri dari kata akronim dari a ; tidak, gam; per gi yang berarti tetap di tempat dan diwarisi turun menurun.
Menurut Zakiah Darajat, psikologi agama adalah meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang yang mempelajari berapa besar pengaruh kenyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di sampinga itu, psikologi agama jua mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mem pengaruhi kenyakinan tersebut.
Dengan demikian dapat didefinisikan, psikologi agama adalah ilmu yang membahas tentang aktivitas dalam diri manusia dan mencakup salah satu aspek jiwa yaitu agama.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang dimiliki anak agar mereka dapat berfungsi dan berperan sebagaimana hakikat kejadiannya (jalaluddin, 2004: 19).
Pendidikan Agama islam adalah sebuah upaya nyata yang akan mengantarkan umat islam kepada perkembangan rasa agama. Umat Islam akan lebih memahami dan terinternalisasi esensi rasa Agama itu sendiri. Pertama yaitu rasa bertuhan, rasa bertuhan ini meliputi merasa ada sesuatu yang maha besar yang berkuasa atas dirinya dan alam semesta, ada rasa ikatan dengan sesuatu tersebut, rasa dekat, rasa rindu, rasa kagum dan lain -lain. Kedua yaitu rasa taat, rasa taat ini meliputi ada rasa ingin mengarahkan diri pada kehendak -Nya dan ada rasa ingin mengikuti aturan-aturan-Nya.
Adapun unsur-unsur pendidikan (pengajaran) di dalam al-Qur’an seperti: mauizah atau nasihat, dengan bercerita, perumpamaan, mensupport (pahala dan siksa), dan peristiwa-peristiwa yang mengiringi kejadian. (Mahmud Khalifah, 2009:31)
Dengan demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling menunjang. Dengan adanya rasa agama seperti yang di ketahui setiap manusia, maka akan timbul perasaan saling menghargai dengan sesama individu lainya, sehingga akan timbul rasa saling toleransi kepada umat manusia beragama, dengan adanya
sifat tersebut manusia dapat menjaga diri pada hal -hal yang di larang dan di anjurkan agama.
Jadi, dalam pengertian ini pendidikan Islam adalah prsoses ataupun usaha sadar untuk mengembangkan potensi Agama manusia dengan memberi sifat keislaman, serta kecakapan sesuai dengan pendidikan yang juga tidak dibatasi oleh institusi (kelembagaan) ataupun pada lapangan pendidikan tertentu.
3. Kaitan Psikologi Agama dengan Pendidikan Islam
Hubungan psikologi agama dan pendidikan Islam sangat terkait dengan tujuan pendidikan yakni menanamkan nilai kebaikan dan keadilan dalam diri seseorang. menurut Menurut Quraish Shihab, tujuan pendidikan al Qur`an (Islam) adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Atau dengan kata yang lebih singkat dan sering digunakan oleh al Qur`an, untuk bertaqwa kepada -Nya.
Pendidikan Islam sangat erat kaitannya dengan psikologi agama, bahkan psikologi agama digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan islam. Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, disekolah dan dalam lingkungan masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama (sesuai dengan ajaran agama) dan semakin banyak unsur agama, maka sikap, tindakan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.
Rasulullah saw pernah menerapkan kaedah yaitu memperhatikan kondisi psikologis dan bertahap dalam mengajar. Jadi proses belajar mengajarnya didsarkan pada hal tersebut. Pengajar yang dilakukan oleh beliau teratur dan sesuai dengan prinsip tahapan dan kemudahan, sehingga proses belajar mngajar dapat berlangsung tanpa ada kebosanan dan sesaut yang memberatkan bagi orang-orang yang belajar. Dalam hal ini, Abdullah bin Mas’ud berkata “ Rasulullah saw mengosongkan memberikan nasehat kepad akami beberap hari untuk menghindari kebosanan”. Dengan kata lain, Nabi saw menetapkan hari-hari tertentu untuk mengajar mereka. Beliau memilih dan memperhatikan waktu-waktu yang tepat sehingga mereka semangat dan tidak melakukan sesuatu yang membosangkan bagi muri-muridnya. (Muhammad Fathi. 2009:44)
Untuk mencapai keberhasilan itu seorang pendidik perlu memperhatikan perkembangan keberagamaan seseorang. Pendidikan tanpa agama akan pincang, yaitu terjadi ketidak seimbangan antara moralitas dengan pengetahuan yang dimilikinya. Seperti dicontohkan ada anak yang menguasai teknologi komputer karena tidak dibarengi oleh jiwa keagamaan maka pengetahuannya dipakai mencuri uang di bank. Sebaliknya pengetahuan keagamaan tanpa dibarengi manajemen pendidikan yang baik maka akan percuma. Pendidikan dinilai punya peran penting dalam menanamkan rasa keagamaan pada seseorang. Pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam berangsur sesuai dengan kecerdasan seseorang.
Agar dapat membawa anak pada perkembangan yang diharapkan, tentu saja pekerjaan itu tidak mudah, kecuali kalau guru agama itu mempunyai bekal yang cukup, diantaranya:
 Pribadi guru Agama itu sendiri; dia harus mempunyai pribadi yang dapat dijadikan contoh dari pendidikan agama yang dibawakannya kepada anak. Dia harus mempunyai sifat-sifat yang diharapkan dalam agama (jujur, benar, berani, dsb). Di samping ia memiliki sifat tersebut, seorang guru harus dapat meningkatkan kapasitas keilmuan yang ia geluti ataupun keilmuan lainnya.
 Pengertian dan kemampuannya untuk memahami perkembangan jiwa anak serta perbedaan perorangan antara seorang anak dan lainnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ia mengerti psikologi anak. Sehingga dalam proses pembelajaran guru dapat mengunakan metode atau strategi yang bervariasi. Di samping itu pula, sarana pendidikan juga harus mendukung proses pembelajaran.
Untuk membina agar mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah mungkin dengan pengertian saja, akan tetapi membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu dan menjauhi sifat tercela. Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat ia cenderung kepada melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik. Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti shalat, doa, membaca Al Qur’an atau menghafal surat pendek, shalat berjamaah disekolah maupun di masjid harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lama kelamaan akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut. Dengan dibiasakan sedemikian rupa, sehingga dengan sendirinya ia terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar tapi dorongan dari dalam.
Latihan keagamaan yang menyangkut akhlak dan ibadah sosial atau hubungan manusia dengan manusia sesuai dengan ajaran agama, jauh lebih penting daripada penjelasan dengan kata-kata. Latihan-latihan disini dilakukan melalui contoh yang diberikan oleh guru atau orang tua. Oleh karena itu, guru agama hendaknya memilki kepribadian yang dapat mencerminkan ajaran agama yang akan diajarkan kepada anak didiknya. Kemudian sikapnya dalam melatih kebiasaan-kebiasaan baik yang sesuai dengan ajaran agama itu, hendaknya menyenangkan dan tidak kaku.
Berikut ini bentuk bimbingan spritual guru ataupun orang tua yang dapat diberikan kepada kepada anak:
1. Ciptakan suasana religius di rumah
Pribadi anak tergantung pola hidupnya. Anak yang terbiasa dalam nuansa religius, pasti akan terbawa pada saat anak terbawa di lingkungan luar. Jika orang tua menginginkan anak tumbuh menjadi pribadi baik dan beragama, maka menciptakan suasana religius menjadi keharusan orangtua.
2. Berikan hukuman ringan pada anak saat melanggar ajaran agama
Dalam hal ini membiarkan anak dalam kelakuan melanggar agama berarti semakin membuka peluang baginya untuk ingkar terhadap perintah Tuhan. Misal hukumannya menghapal surah-surah pendek, hadist dan lain sebagainya.
3. Ajak anak silaturahmi ke pemuka Agama
Kunjungan seperti ini dapat menanyakan suatu ilmu yang belum diketahui ataupun hanya sekeder “silaturahmi”. Hal ini akan bermanfaat bagi kerohanian anak karena dapat menambah wawasan tentang ilmu agama dan melatihnya untuk bersosialisasi dengan lingkungannya
4. Ajak anak mengumpulkan artikel-artikel keagamaan
Hal ini dapat membantu anak untuk meningkatkan kereligiuasannya. materinya dapat ditemukan majalah, koran ataupun internet. Dengan membaca, maka pengetahuan anak bertambah.

KESIMPULAN
Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, disekolah dan dalam lingkungan masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama (sesuai dengan ajaran agama) dan semakin banyak unsur agama, maka sikap, tindakan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.
Pendidikan Islam juga sangat erat kaitannya dengan psikologi Agama, bahkan psikologi Agama digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Oleh karenanya orangtua ataupun sebagai seorang pendidik (guru), sudah semestinya memahami model-model keberagamaan perkembangan jiwa peserta didiknya sehingga proses pembelajaran di sekolah maupun di luar sekolah dapat dijadikan pertimbangan.
Untuk mencapai keberhasilan itu seorang pendidik perlu juga memperhatikan perkembangan keberagamaan seseorang. Pendidikan tanpa agama akan pincang, yaitu terjadi ketidak seimbangan antara moralitas dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan kejiwaan. Terlebih lagi dalam lembaga pendidikan Islam, tentu akan mempengaruhi bagi pembentukan jiwa keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin. 2004. Psikologi Agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Mahmud Khalifah, dkk. 2009. Menjadi Guru yang Dirindu. Surakarta: Ziyad Visi Media
Muhammad Fathi. 2009. Metode Nabi dalam Mendidik dan Mengajar. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Salsa Az-Zahra. 2009. Membimbing Spiritual Anak. Jogjakarta Darul Hikmah.
Robert H. Tholuese. 2000. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.